KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1







 Perkenalkan nama saya Eka Fitria,S.Si.,M.Pd.

SMA Negeri 7 Palembang 
Peserta Pendidikan Guru Penggerak angkatan 11, Kelas A.11.113  
Kota Palembang Sumatera Selatan. 

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Salam Guru Penggerak

Pada kesempatan ini saya akan memaparkan hasil tugas 3.1.j. Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Modul 3.1.


3.1.j. Koneksi Antar Materi - Modul 3.1


Tujuan Pembelajaran Khusus : 

1.           CGP membuat kesimpulan (sintesis) dari keseluruhan materi yang didapat, dengan beraneka cara dan media.

2.      CGP dapat melakukan refleksi bersama fasilitator untuk mengambil makna dari pengalaman belajar dan mengadakan metakognisi terhadap proses pengambilan keputusan yang telah mereka lalui dan menggunakan pemahaman barunya untuk memperbaiki proses pengambilan keputusan yang dilakukannya.


Kegiatan Pemantik:

Bacalah kutipan ini dan tafsirkan apa maksudnya:

 

 

“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik”
(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).
Bob Talbert


·       Dari kutipan di atas, apa kaitannya dengan proses pembelajaran yang sedang Anda pelajari saat ini?

·       Bagaimana nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang kita anut dalam suatu pengambilan keputusan dapat memberikan dampak pada lingkungan kita?

·         Bagaimana Anda sebagai seorang pemimpin pembelajaran dapat berkontribusi pada proses pembelajaran murid, dalam pengambilan keputusan Anda?

Menurut Anda, apakah maksud dari kutipan ini jika dihubungkan dengan proses pembelajaran yang telah Anda alami di modul ini? Jelaskan pendapat Anda.

Education is the art of making man ethical.
Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis.
~ Georg Wilhelm Friedrich Hegel ~

Kutipan-kutipan yang Anda sebutkan memang sangat relevan dengan proses pembelajaran dan kepemimpinan pendidikan. Mari kita bahas satu per satu:

Kaitan kutipan Bob Talbert dengan proses pembelajaran:

Kutipan ini menekankan pentingnya mengajarkan nilai-nilai dan prinsip hidup kepada anak-anak, tidak hanya keterampilan teknis seperti berhitung. Dalam konteks pembelajaran modern, ini mengingatkan kita bahwa pendidikan seharusnya tidak hanya fokus pada pengetahuan akademis, tetapi juga pada pengembangan karakter, kecerdasan emosional, dan keterampilan hidup.

Dampak nilai-nilai dalam pengambilan keputusan terhadap lingkungan:

Nilai-nilai yang kita anut akan mempengaruhi keputusan yang kita ambil, yang pada gilirannya berdampak pada lingkungan kita. Misalnya:

  • Jika kita menganut nilai keberlanjutan, keputusan kita akan cenderung ramah lingkungan.
  • Jika kita menjunjung tinggi keadilan, keputusan kita akan berusaha mempertimbangkan kepentingan semua pihak.
  • Jika kita menghargai inovasi, keputusan kita akan mendorong kreativitas dan pemikiran baru.

Dampak ini bisa terlihat dalam berbagai aspek, mulai dari kebijakan sekolah hingga interaksi sehari-hari dengan murid dan rekan kerja.

Kontribusi pemimpin pembelajaran dalam proses pembelajaran murid:

Sebagai pemimpin pembelajaran, Anda dapat berkontribusi melalui:

  • Menjadi teladan dalam pengambilan keputusan etis dan berprinsip.
  • Menciptakan lingkungan belajar yang mendukung pengembangan nilai-nilai positif.
  • Merancang kurikulum yang menyeimbangkan pengetahuan akademis dengan pengembangan karakter.
  • Mendorong partisipasi aktif murid dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi pembelajaran mereka.
  • Memberikan umpan balik yang konstruktif dan bermakna, tidak hanya pada hasil akademis tetapi juga pada perkembangan personal murid.
Makna kutipan Hegel dalam konteks pembelajaran:

Kutipan Hegel menekankan bahwa tujuan utama pendidikan adalah membentuk individu yang beretika. Ini sejalan dengan kutipan Bob Talbert dan memperkuat gagasan bahwa pendidikan bukan sekadar transfer pengetahuan, melainkan proses pembentukan karakter.

Dalam konteks pembelajaran modern, ini bisa diartikan sebagai:

  • Pentingnya integrasi pendidikan karakter dalam kurikulum.
  • Perlunya menciptakan lingkungan belajar yang mendorong perilaku etis.
  • Pentingnya refleksi dan diskusi tentang dilema etis dalam berbagai mata pelajaran.
  • Mendorong murid untuk tidak hanya memahami "apa" dan "bagaimana", tetapi juga "mengapa" dan "apa dampaknya".

Kedua kutipan ini mengingatkan kita bahwa sebagai pendidik atau pemimpin pembelajaran, tugas kita bukan hanya mengajarkan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga membimbing perkembangan moral dan etika murid. Ini adalah tanggung jawab besar yang memerlukan pendekatan holistik terhadap pendidikan, di mana kita tidak hanya fokus pada prestasi akademis, tetapi juga pada pembentukan karakter dan nilai-nilai yang akan membimbing murid dalam kehidupan mereka.

 

1. Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin

Filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memang memiliki kaitan yang erat dengan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin. Mari kita bahas kedua konsep ini dan bagaimana relevansinya dengan kepemimpinan:

Filosofi Ki Hajar Dewantara: Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan Indonesia, memiliki filosofi kepemimpinan yang dikenal dengan semboyan "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani". Artinya:
  • Ing Ngarso Sung Tulodo     : Di depan memberi teladan
  • Ing Madyo Mangun Karso  : Di tengah membangun semangat
  • Tut Wuri Handayani            : Di belakang memberi dorongan
Pratap Triloka: Pratap Triloka adalah konsep yang berasal dari filosofi Jawa, yang terdiri dari tiga elemen:

  • Wiraga    : Perilaku atau tindakan fisik
  • Wirama   : Irama atau timing
  • Wirasa    : Rasa atau perasaan

Kaitan dengan pengambilan keputusan sebagai pemimpin:

  • Teladan dalam pengambilan keputusan (Ing Ngarso Sung Tulodo & Wiraga): Seorang    pemimpin harus memberikan contoh dalam proses pengambilan keputusan yang etis, transparan, dan berdasarkan informasi yang akurat. Tindakan ini mencerminkan Wiraga, di mana pemimpin menunjukkan perilaku yang diharapkan.
  • Membangun semangat partisipasi (Ing Madyo Mangun Karso & Wirama): Pemimpin perlu melibatkan tim dalam proses pengambilan keputusan, mendorong diskusi dan brainstorming. Ini sesuai dengan konsep Wirama, di mana pemimpin harus memahami timing yang tepat untuk melibatkan anggota tim.
  • Mendukung implementasi keputusan (Tut Wuri Handayani & Wirasa): Setelah keputusan diambil, pemimpin harus memberikan dukungan dan dorongan kepada tim untuk mengimplementasikan keputusan tersebut. Ini mencerminkan Wirasa, di mana pemimpin menunjukkan empati dan pemahaman terhadap perasaan anggota tim selama proses implementasi.
  • Keseimbangan dalam pengambilan keputusan: Menggabungkan ketiga aspek Pratap Triloka (Wiraga, Wirama, Wirasa) dalam pengambilan keputusan membantu pemimpin untuk mempertimbangkan tidak hanya aspek logis, tetapi juga aspek emosional dan kontekstual.
  • Adaptabilitas dalam kepemimpinan: Filosofi Ki Hajar Dewantara mengajarkan bahwa pemimpin harus bisa beradaptasi - terkadang memimpin dari depan, terkadang dari tengah, dan terkadang dari belakang. Ini sejalan dengan Pratap Triloka yang menekankan pentingnya menyesuaikan tindakan (Wiraga), timing (Wirama), dan pendekatan emosional (Wirasa) dalam situasi yang berbeda.
  • Holistik dalam pengambilan keputusan: Kedua filosofi ini mendorong pemimpin untuk mempertimbangkan berbagai aspek dalam pengambilan keputusan - tidak hanya fokus pada hasil akhir, tetapi juga pada proses, dampak terhadap tim, dan konteks yang lebih luas.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip dari filosofi Ki Hajar Dewantara dan Pratap Triloka, seorang pemimpin dapat mengambil keputusan dengan lebih bijaksana, inklusif, dan efektif, sambil tetap memperhatikan aspek kepemimpinan yang holistik.

 

2.     Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

    Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita memiliki pengaruh signifikan terhadap prinsip-prinsip yang kita gunakan dalam pengambilan keputusan. Nilai-nilai yang tertanam dalam diri guru penggerak di antaranya berpihak pada murid, mandiri, kolaboratif, reflektif, dan inovatif. Nilai tersebut harus menjadi landasan serta budaya/kebiasaan saat mengambil keputusan, karena dapat mempengaruhi proses berpikir dan prinsip pengambilan keputusan yang akan diambil dengan menyesuaikan situasi yang terjadi serta dampaknya ke depan. Nilai kebajikan lainnya seperti keadilan dan tanggung jawab juga berperan dalam menentukan hasil keputusan. Karena sebuah keputusan yang diambil harus dapat berkeadilan, bertanggung jawab, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan YME. Melalui sikap tanggung jawab dan adil dalam diri, sebuah keputusan yang diambil akan mencerminkan bagaimana prinsip diri kita dalam mengambil keputusan, sehingga akan mendorong terwujudnya wellbeing dalam ekosistem Pendidikan.

3.       3. Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.

Materi pengambilan keputusan sangat berkaitan erat dengan kegiatan coaching dalam proses pembelajaran kita. Berikut beberapa cara bagaimana coaching dapat membantu dalam pengujian dan evaluasi keputusan yang telah kita ambil:

Refleksi dan evaluasi: 

Seorang coach dapat membantu kita merefleksikan keputusan yang telah diambil dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis seperti:

        Apa dasar pertimbangan dalam mengambil keputusan tersebut?
        Apakah semua faktor telah dipertimbangkan?
        Bagaimana hasil atau dampak dari keputusan tersebut?

1. Identifikasi keraguan: Coach dapat membantu mengidentifikasi keraguan atau pertanyaan yang masih ada dalam diri kita terkait keputusan yang telah diambil. Hal ini penting untuk mengatasi ketidakpastian dan meningkatkan keyakinan diri.

2. Analisis efektivitas: Melalui diskusi dan pertanyaan terarah, coach dapat membantu kita menganalisis efektivitas keputusan yang telah diambil. Ini mencakup evaluasi hasil, kesesuaian dengan tujuan, dan identifikasi area perbaikan.

3. Pengembangan alternatif: Jika keputusan yang diambil kurang efektif, coach dapat membantu dalam mengembangkan alternatif atau penyesuaian yang diperlukan.

4. Penguatan pembelajaran: Coach dapat membantu kita mengidentifikasi pelajaran berharga dari proses pengambilan keputusan, baik dari keberhasilan maupun kegagalan.

5. Peningkatan keterampilan: Melalui feedback dan latihan, coach dapat membantu meningkatkan keterampilan pengambilan keputusan kita untuk masa depan.

6. Dukungan emosional: Coach juga dapat memberikan dukungan emosional yang diperlukan, terutama jika kita menghadapi keraguan atau konsekuensi sulit dari keputusan yang diambil.

7. Pengembangan mindset: Coach dapat membantu mengembangkan mindset yang tepat dalam menghadapi konsekuensi dari keputusan, baik positif maupun negatif.

Dengan bantuan coaching, kita dapat mengevaluasi efektivitas keputusan yang telah diambil secara lebih objektif dan mendalam. Proses ini membantu kita tidak hanya dalam menilai keputusan spesifik, tetapi juga dalam meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan secara keseluruhan.

Kegiatan coaching (bimbingan) yang diberikan pendamping/fasilitator dapat menjadi bekal dalam melakukan proses pengujian keputusan secara bertahap menggunakan 9 langkah pengambilan keputusan dan 3 pengujian keputusan (Uji Intuisi berhubungan dengan berpikir berbasis peraturan (Rule-Based Thinking) yang tidak bertanya tentang konsekuensi tapi bertanya tentang prinsip-prinsip yang mendalam. Uji publikasi, sebaliknya, berhubungan dengan berpikir berbasis hasil akhir (Ends-Based Thinking) yang mementingkan hasil akhir). Coaching dilaksanakan dengan memenuhi kompetensi inti, yaitu kehadiran penuh (presence), mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot.

Selain itu, Dengan langkah coaching TIRTA, kita dapat mengidentifikasi masalah apa yang sebenarnya terjadi dan membuat pemecahan masalah secara sistematis. Konsep coaching TIRTA sangat ideal apabila dikombinasikan dengan sembilan langkah konsep pengambilan dan pengujian keputusan sebagai evaluasi terhadap keputusan yang kita ambil. TIRTA adalah satu model coaching yang diperkenalkan dalam Program Pendidikan Guru Penggerak saat ini. TIRTA dikembangkan dari Model GROW. GROW adalah akronim dari Goal, Reality, Options dan Will.

Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini,

Reality(Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee,

Options(Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi.

Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.

TIRTA akronim dari :

: Tujuan

: Identifikasi

: Rencana aksi

TA: Tanggung jawab

Saat melakukan pengujian keputusan-pun, sebaiknya menerapkan kompetensi inti coaching tersebut. Sehingga kita dapat menggali ini permasalahan, dan mampu mengambil keputusan yang efektif.

 

4.   4.  Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?

Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya memiliki pengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan, khususnya dalam menghadapi dilema etika. Beberapa poin penting terkait hal ini:

Kesadaran diri: Guru yang memahami emosi dan reaksi dirinya sendiri dapat lebih objektif dalam menganalisis situasi etis yang kompleks.

Manajemen Diri: Kemampuan mengelola emosi membantu guru tetap tenang dan rasional saat menghadapi dilema, menghindari keputusan impulsif.

Empati (Kesadaran Sosial): Guru dengan kecerdasan emosional tinggi dapat lebih memahami perspektif berbagai pihak dalam dilema etis, memungkinkan keputusan yang lebih seimbang.

Keterampilan Berelasi: Kemampuan berkomunikasi dan bernegosiasi efektif membantu guru mencari solusi yang dapat diterima semua pihak dalam konflik etis.

Bertanggung Jawab: kapasitas serta konsekuensi dari berbagai macam tindakan dan perilaku yang dilakukannya.

Resiliensi: Guru yang tangguh secara emosional lebih siap menghadapi tekanan saat membuat keputusan sulit.

Refleksi diri: Kebiasaan mengevaluasi tindakan dan motivasi diri membantu guru membuat keputusan etis yang lebih konsisten dengan nilai-nilai mereka.

Kematangan emosional: Guru yang matang secara emosional cenderung lebih bijaksana dalam mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang dari keputusan etis mereka.

Dengan kemampuan sosial emosional yang baik, guru dapat mengambil keputusan etis yang lebih bijak, adil, dan bermanfaat bagi semua pihak terkait. Hal ini penting mengingat peran guru sebagai panutan dan pembuat keputusan yang sering memengaruhi kehidupan siswa dan komunitas sekolah.

5.      5. Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Dalam pembahasan studi kasus yang berfokus pada masalah moral atau etika, proses berpikir seorang pendidik hendaknya harus bermula dari nilai-nilai kebajikan universal yang dianutnya seperti disiplin, kebenaran, kejujuran, keadilan, toleransi, tanggung jawab, empati, kemanusiaan, dan keadilan. Sebab nilai-nilai kebajikan itu akan mempengaruhi pendidik dalam mempertimbangkan serta menentukan keputusan. Dilema etika harus dianalisis menggunakan 4 paradigma prinsip, 9 langkah, dan 3 pengujian pengambilan keputusan yang diiringi dengan nilai-nilai kebajikan itu.

 

6.      6.    Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Pengambilan keputusan yang tepat memang sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman. Berikut beberapa aspek kunci dalam proses pengambilan keputusan yang baik:

1. Memahami konteks dan masalah dengan cermat.
2. Mengumpulkan data dan fakta yang relevan.
3. Mencari berbagai pilihan solusi.
4. Mempertimbangkan dampak jangka pendek dan panjang.
5. Berkonsultasi dengan orang-orang yang terpengaruh.
6. Menghindari bias dan emosi berlebihan.
7. Memastikan keputusan sejalan dengan nilai-nilai moral.
8. Siap menyesuaikan keputusan jika ada informasi baru.
9. Menjelaskan keputusan dengan jelas kepada semua pihak.
10.Menilai efektivitas keputusan dan belajar dari hasilnya.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, pengambil keputusan dapat lebih efektif dalam menciptakan lingkungan yang positif dan kondusif. Lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman merupakan lingkungan yang membangun persepsi bahwa setiap orang memiliki potensi yang beragam dan orang lain adalah mitra, bukan saingan. Tugas pendidik adalah mendorong sinergi dan kolaborasi positif yang erat antar murid, guru, maupun orang tua. Dengan menjalankan prinsip among Ki Hajar Dewantara, pola pikir Inquiry Apresiatif, kemampuan sosial-emosional, nilai-nilai kebajikan serta keterampilan coaching diharapkan mampu berdampak pada pengambilan keputusan yang mengarah pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman.

7.      7Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Ya, ada tantangan-tantangan dalam mengambil keputusan dari kasus dilema etika dan kaitannya dengan perubahan paradigma di ekosistem sekolah saya. Tantangan-tantangan dalam menjalankan pengambilan keputusan di antaranya adalah adanya pemikiran dari tiap individu atau kelompok yang berseberangan. Dalam sebuah institusi Pendidikan tentu terdapat kelompok yang pro atau kontra dengan sebuah sistem yang sedang dijalankan oleh pemangku kebijakan sekolah. Kemunculan tantangan itu dapat dipicu dari kurangnya komunikasi dan keterbukaan antar sesama. Seharusnya semua aktor yang ada di sekolah saling berkolaborasi untuk mewujudkan tujuan bersama. Dalam benturan antar kelompok di sekolah sangat berkaitan dengan prinsip paradigma pengambilan keputusan, yaitu:

👭 Individu lawan kelompok (individual vs community)
👬 Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
👬 Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
👬 Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term) 

 8.        Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?

1.     Pengaruh pengambilan keputusan terhadap pengajaran yang memerdekakan murid:

Pengambilan keputusan yang tepat oleh pendidik dapat sangat memengaruhi tingkat kebebasan dan kemandirian yang diberikan kepada murid. Beberapa pengaruhnya antara lain:

Meningkatkan rasa tanggung jawab: Ketika murid dilibatkan dalam pengambilan keputusan, mereka merasa lebih bertanggung jawab atas pembelajaran mereka.

Mengembangkan keterampilan berpikir kritis : Memberi murid kesempatan untuk membuat keputusan membantu mengasah kemampuan analisis dan evaluasi mereka.

Meningkatkan motivasi : Murid yang merasa memiliki kendali atas pembelajaran mereka cenderung lebih termotivasi.

Mempersiapkan untuk kehidupan nyata : Pengambilan keputusan adalah keterampilan penting dalam kehidupan sehari-hari.

2.        Memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid yang beragam:

Untuk mengakomodasi keberagaman potensi murid Salah satu strategi agar keputusan yang diambil berpihak pada murid adalah menerapkan metode pembelajaran berdiferensiasi dengan pendekatan sosial-emosional., pembelajaran berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar murid sesuai dengan kesiapan belajar, minat dan profil belajar murid. Diferensiasi konten, proses, dan produk. Ketika kita sudah menerapkan pembelajaran berdifirensiasi, maka akan tercipta iklim merdeka belajar sesuai potensi dan minat bakat masing-masing.

 

9.   Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Tentu saja, keputusan seorang pemimpin pembelajaran dapat mewarnai kehidupan atau masa depan murid-muridnya. Maka dari itu, sudah seharusnya sebagai sosok pemimpin pembelajaran, seorang guru harus hati-hati dalam mengambil keputusan yang adil dan bijaksana dengan menerapkan langkah-langkah pengujian keputusan, memperhatikan nilai-nilai kebajikan universal, dan keputusan haruslah berpihak pada murid.

 

10.        10.   Apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembelajaran modul ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya ialah bahwa dalam upaya pengambilan keputusan, seorang pemimpin pembelajaran hendaknya berpegang teguh pada 3 unsur pengambilan keputusan, yaitu: nilai-nilai kebajikan universal, bertanggung jawab terhadap segala konsekuensi, dan yang terutama haruslah berpihak pada murid.

Setelah memahami bagaimana filosofi pendidikan menurut KHD, ternyata pemahaman filosofi KHD ini sejalan pula bagaimana guru mengemban nilai-nilai dan peran yang dimilikinya. Di mana pendidik itu  memiliki nilai berpusat pada murid, mandiri, reflektif, kolaboratif dan inovatif yang semua itu akan bersinggungan dengan bagaimana perannya sebagai pendidik, yaitu: menjadi pemimpin pembelajaran, penggerak kolaboratif guru, menjadi coach bagi guru lain, penggerak komunitas praktisi dan mewujudkan kepemimpinan pada murid.

Guru sejatinya memiliki tanggung jawab yang berat, dan tentu saja amat penting bagi penumbuh generasi terbaik dari murid-muridnya. Menerapkan nilai-nilai yang dimiliki dan terus memaksimalkan perannya dalam pendidikan, tentu saja dampaknya akan tercipta ekosistem sekolah yang positif. Ekosistem sekolah yang tidak akan bisa dilakukan secara sendiri-sendiri. Namun butuh kolaborasi, kerjasama saling mendukung, agar budaya positif benar-benar menjadi aktivitas yang selaras dengan kehidupan sehari-hari. Menempatkan guru sebagai manajer yang mampu menerapkan segitiga restitusi demi terwujudnya generasi yang mampu menyelesaikan masalahnya sendiri dan bertanggung jawab.

Bagaimana guru harus memiliki visi masa depan pada murid dan sekolahnya, karena dari sana guru melakukan langkah-langkah konstruktif dengan semangat kolaboratif menjadikan sekolah sebagai tempat mendidik dan merawat nilai-nilai sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila. Perwujudan visi guru penggerak ini tidak akan berhasil tanpa dukungan dan bantuan semua pihak dengan semangat inkuiri partisipatif di mana semua orang saling bahu-membahu mewujudkan visi sekolah yang berkelanjutan dan sesuai dengan kebutuhan dan potensi murid dan tentu saja sesuai dengan alam dan zamannya saat ini, di mana dunia butuh anak-anak yang cerdas secara pikiran, gagasan, kreatif dalam semua kondisi yang ada, dan mencintai manusia lainnya serta alam semesta  dengan kemampuan memahami literasi secara berkelanjutan.

Penumbuhan dan penerapan budaya positif di sekolah pun merupakan hal yang begitu penting bagi generasi-generasi masa depan. Anak-anak murid kita yang butuh adanya sentuhan pemahaman akan nilai-nilai kebajikan universal yang juga termaktub di dalam profil pelajar Pancasila. Yang mana untuk menciptakan generasi yang positif tentu tidak bisa seketika dan berjalan secara independen, akan tetapi dependen atau mengikutsertakan semua warga sekolah, komite sekolah, dan tentu saja wali murid yang paling banyak bersentuhan dengan murid-murid.

Begitu pula seorang guru yang memiliki nilai-nilai dan perannya dalam pendidikan, semestinya menciptakan pembelajaran yang mampu menerima segala macam perbedaan peserta didik, baik kesiapan belajar, minat belajar dan profil belajar yang beragam. Murid-murid mendapatkan kesempatan belajar yang sama sesuai dengan ketiga aspek di atas, dalam sebuah pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran berdiferensiasi akan menjadi wadah terwujudnya generasi yang bertumbuh sesuai dengan potensi yang dimiliki, hingga pada akhirnya terciptalah insan-insan yang well being, sejah tera lahir dan jiwanya. Manusia yang akan mampu menerapkan keterampilan sosial dan emosional dalam kehiduannya. Mereka mampu mengenali diri sendiri, memanajemen diri sendiri, mengenal orang lain, memiliki empati pada sesama, dan mampu mengambil keputusan secara bertanggung jawab. 

Murid-murid mampu menyelesaikan masalahnya sendiri dengan penuh tanggung jawab, dengan dukungan coaching dari guru dan menerapkan segitiga restitusi hingga anak-anak mampu mengelola masalahnya sendiri secara bijak.

Menjadikan kepemimpinan di sekolah sebagai institusi moral dapat tercapai dengan kemampuan pengambilan keputusan dengan tepat dan mampu memilih mana masalah yang bersentuhan dengan dilema etika atau bujukan moral.

11.        11. Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?

 

Perbedaan mendasar antara dilema etika dan bujukan moral tampak dari dua paradigma yang bertentangan dalam kasusnya. Dilema etika mempertentangkan dua nilai kebajikan yang sama-sama benar. Sedangkan, jika salah satu benar dan yang lain salah maka disebut dengan bujukan moral

Ada 4 paradigma dilema etika, yaitu: Individu lawan kelompok (individual vs community), Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy), Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty), Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term).

Ada 3 prinsip dalam pengambilan keputusan, yaitu berpikir berbasis hasil akhir (Ends-based thinking), berpikir berbasis aturan (Rule-based thinking), dan berpikir berbasis rasa peduli (Care-based thinking).

9 langkah pengambilan keputusan di antaranya (1) mengenali nilai yang bertentangan, (2) menentukan siapa yang terlibat, (3) mengumpulkan fakta yang relevan, (4) menguji benar atau salah dengan Uji legal, Uji regulasi/standar profesi, Uji intuisi, Uji publikasi, Uji panutan/idola, (5) pengujian paradigma benar lawan benar, (6) melakukan prinsip resolusi, (7) investigasi opsi trilemma, (8) buat keputusan, (9) lihat kembali keputusan dan refleksikan
Hal di luar dugaan saya adalah adanya dua sudut pandang kasus yang dihadapi seorang pendidik ketika ingin membuat suatu keputusan, yaitu dilema etika dan bujukan moral. Sebelum mempelajari modul ini, saya tidak tahu bahwa ada dua kacamata yang berbeda ketika kita memandang suatu kasus, pasti cenderung melihat sisi mana yang lebih minim konflik, tetapi ternyata dengan belajar dua jenis kasus ini saya lebih paham tentang keputusan apa yang tepat harus diambil nanti.

 

12. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?

Ya, pernah. Namun sebelumnya saya tidak mengetahui adanya tahapan dalam pengujian dan pengambilan keputusan, saya cenderung hanya berpikir 2 kali dan dampak apa yang terjadi bila keputusan yang saya ambil disepakati. Setelah mempelajari modul ini, ternyata sebelum mengambil keputusan perlu adanya penentuan paradigma, prinsip dan menjalankan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan terlebih dahulu dengan berdasar pada nilai-nilai kebajikan, berpihak pada murid, dan bertanggung jawab.

13.  Bagaimana dampak mempelajari konsep  ini buat Anda, perubahan  apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?

Materi dalam modul ini sangat berdampak besar bagi saya. Setelah mempelajari modul ini, saya sebagai seorang guru tidak serta merta mempunyai wewenang penuh atas otoritas atau pandangan bahwa kita bisa mengontrol siswa seutuhnya. Melainkan keputusan yang diambil harus berlandaskan pada nilai-nilai kebajikan, tanggung jawab, dan berpihak pada murid.

Saya sebagai guru dan pemimpin pembelajaran merasa lebih mampu dalam mengambil keputusan yang bijak sesuai dengan masalah dilema etika maupun bujukan moral. Sehingga keputusan yang diambil bisa dipertanggungjawabkan dan tidak salah langkah, serta tidak merugikan orang lain. Selain itu, saya harus memiliki kecakapan dalam mengambil suatu keputusan sesuai dengan nilai-nilai kebajikan dan mampu melakukan tahapan-tahapan pengambilan keputusan yang tepat serta melibatkan orang-orang atau pihak-pihak yang berwewenang dalam pengambilan keputusan.

14.      Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?

Bagi peran saya baik sebagai individu maupun seorang pemimpin, materi dalam modul ini sangat penting. Karena dengan memahami paradigma, prinsip, dan langkah-langkah dalam pengambilan serta pengujian keputusan, saya menjadi lebih bersikap bijak jika ditemukan dengan masalah dilema etika maupun bujukan moral, sehingga keputusan yang diambil tidak salah langkah atau merugikan pihak tertentu yang justru akan menimbulkan masalah baru, dan dapat dipertanggungjawabkan.


Demikianlah koneksi antar materi modul 3.1. semoga bermanfaat

Wassalamu.alaikum wr.wb
Salam guru penggerak

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

LKPD GELOMBANG BERJALAN DAN STASIONER FISIKA KELAS XI

MENULISLAH SETIAP HARI