KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1
![]() |
Perkenalkan nama saya Eka Fitria,S.Si.,M.Pd.
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Salam Guru Penggerak
Pada kesempatan ini saya akan memaparkan hasil tugas 3.1.j. Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Modul 3.1.
3.1.j. Koneksi Antar Materi - Modul 3.1
Tujuan
Pembelajaran Khusus :
1.
CGP membuat kesimpulan (sintesis) dari
keseluruhan materi yang didapat, dengan beraneka cara dan media.
2. CGP dapat melakukan refleksi bersama
fasilitator untuk mengambil makna dari pengalaman belajar dan mengadakan
metakognisi terhadap proses pengambilan keputusan yang telah mereka lalui dan
menggunakan pemahaman barunya untuk memperbaiki proses pengambilan keputusan
yang dilakukannya.
Kegiatan Pemantik:
Bacalah kutipan ini dan
tafsirkan apa maksudnya:
“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun
mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik”
(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).
Bob Talbert
· Dari kutipan di atas, apa kaitannya dengan
proses pembelajaran yang sedang Anda pelajari saat ini?
· Bagaimana nilai-nilai atau
prinsip-prinsip yang kita anut dalam suatu pengambilan keputusan dapat
memberikan dampak pada lingkungan kita?
·
Bagaimana Anda sebagai seorang pemimpin
pembelajaran dapat berkontribusi pada proses pembelajaran murid, dalam
pengambilan keputusan Anda?
Menurut Anda, apakah
maksud dari kutipan ini jika dihubungkan dengan proses pembelajaran yang telah
Anda alami di modul ini? Jelaskan pendapat Anda.
Education is the art of making man
ethical.
Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis.
~ Georg Wilhelm Friedrich Hegel ~
Kutipan-kutipan yang Anda sebutkan memang sangat
relevan dengan proses pembelajaran dan kepemimpinan pendidikan. Mari kita bahas
satu per satu:
Kutipan ini menekankan pentingnya mengajarkan nilai-nilai dan prinsip hidup kepada anak-anak, tidak hanya keterampilan teknis seperti berhitung. Dalam konteks pembelajaran modern, ini mengingatkan kita bahwa pendidikan seharusnya tidak hanya fokus pada pengetahuan akademis, tetapi juga pada pengembangan karakter, kecerdasan emosional, dan keterampilan hidup.
Dampak nilai-nilai dalam pengambilan keputusan terhadap lingkungan:
Nilai-nilai yang kita anut akan mempengaruhi keputusan
yang kita ambil, yang pada gilirannya berdampak pada lingkungan kita. Misalnya:
- Jika kita menganut nilai keberlanjutan, keputusan kita akan cenderung ramah lingkungan.
- Jika kita menjunjung tinggi keadilan, keputusan kita akan berusaha mempertimbangkan kepentingan semua pihak.
- Jika kita menghargai inovasi, keputusan kita akan mendorong kreativitas dan pemikiran baru.
Dampak ini bisa terlihat dalam berbagai aspek, mulai dari kebijakan sekolah hingga interaksi sehari-hari dengan murid dan rekan kerja.
Kontribusi pemimpin pembelajaran dalam proses pembelajaran murid:
Sebagai pemimpin pembelajaran, Anda dapat
berkontribusi melalui:
- Menjadi teladan dalam pengambilan keputusan etis dan berprinsip.
- Menciptakan lingkungan belajar yang mendukung pengembangan nilai-nilai positif.
- Merancang kurikulum yang menyeimbangkan pengetahuan akademis dengan pengembangan karakter.
- Mendorong partisipasi aktif murid dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi pembelajaran mereka.
- Memberikan umpan balik yang konstruktif dan bermakna, tidak hanya pada hasil akademis tetapi juga pada perkembangan personal murid.
Kutipan Hegel menekankan bahwa tujuan utama pendidikan
adalah membentuk individu yang beretika. Ini sejalan dengan kutipan Bob Talbert
dan memperkuat gagasan bahwa pendidikan bukan sekadar transfer pengetahuan,
melainkan proses pembentukan karakter.
Dalam konteks pembelajaran modern, ini bisa diartikan
sebagai:
- Pentingnya integrasi pendidikan karakter dalam kurikulum.
- Perlunya menciptakan lingkungan belajar yang mendorong perilaku etis.
- Pentingnya refleksi dan diskusi tentang dilema etis dalam berbagai mata pelajaran.
- Mendorong murid untuk tidak hanya memahami "apa" dan "bagaimana", tetapi juga "mengapa" dan "apa dampaknya".
Kedua kutipan ini mengingatkan kita bahwa sebagai
pendidik atau pemimpin pembelajaran, tugas kita bukan hanya mengajarkan
pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga membimbing perkembangan moral dan
etika murid. Ini adalah tanggung jawab besar yang memerlukan pendekatan
holistik terhadap pendidikan, di mana kita tidak hanya fokus pada prestasi
akademis, tetapi juga pada pembentukan karakter dan nilai-nilai yang akan
membimbing murid dalam kehidupan mereka.
1. Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin
Filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka
memang memiliki kaitan yang erat dengan pengambilan keputusan sebagai seorang
pemimpin. Mari kita bahas kedua konsep ini dan bagaimana relevansinya dengan
kepemimpinan:
- Ing Ngarso Sung Tulodo : Di depan memberi teladan
- Ing Madyo Mangun Karso : Di tengah membangun semangat
- Tut Wuri Handayani : Di belakang memberi dorongan
- Wiraga : Perilaku atau tindakan fisik
- Wirama : Irama atau timing
- Wirasa : Rasa atau perasaan
Kaitan dengan pengambilan keputusan sebagai pemimpin:
- Teladan dalam pengambilan keputusan (Ing Ngarso Sung Tulodo & Wiraga): Seorang pemimpin harus memberikan contoh dalam proses pengambilan keputusan yang etis, transparan, dan berdasarkan informasi yang akurat. Tindakan ini mencerminkan Wiraga, di mana pemimpin menunjukkan perilaku yang diharapkan.
- Membangun semangat partisipasi (Ing Madyo Mangun Karso & Wirama): Pemimpin perlu melibatkan tim dalam proses pengambilan keputusan, mendorong diskusi dan brainstorming. Ini sesuai dengan konsep Wirama, di mana pemimpin harus memahami timing yang tepat untuk melibatkan anggota tim.
- Mendukung implementasi keputusan (Tut Wuri Handayani & Wirasa): Setelah keputusan diambil, pemimpin harus memberikan dukungan dan dorongan kepada tim untuk mengimplementasikan keputusan tersebut. Ini mencerminkan Wirasa, di mana pemimpin menunjukkan empati dan pemahaman terhadap perasaan anggota tim selama proses implementasi.
- Keseimbangan dalam pengambilan keputusan: Menggabungkan ketiga aspek Pratap Triloka (Wiraga, Wirama, Wirasa) dalam pengambilan keputusan membantu pemimpin untuk mempertimbangkan tidak hanya aspek logis, tetapi juga aspek emosional dan kontekstual.
- Adaptabilitas dalam kepemimpinan: Filosofi Ki Hajar Dewantara mengajarkan bahwa pemimpin harus bisa beradaptasi - terkadang memimpin dari depan, terkadang dari tengah, dan terkadang dari belakang. Ini sejalan dengan Pratap Triloka yang menekankan pentingnya menyesuaikan tindakan (Wiraga), timing (Wirama), dan pendekatan emosional (Wirasa) dalam situasi yang berbeda.
- Holistik dalam pengambilan keputusan: Kedua filosofi ini mendorong pemimpin untuk mempertimbangkan berbagai aspek dalam pengambilan keputusan - tidak hanya fokus pada hasil akhir, tetapi juga pada proses, dampak terhadap tim, dan konteks yang lebih luas.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip dari filosofi Ki Hajar
Dewantara dan Pratap Triloka, seorang pemimpin dapat mengambil keputusan dengan
lebih bijaksana, inklusif, dan efektif, sambil tetap memperhatikan aspek
kepemimpinan yang holistik.
2. Bagaimana nilai-nilai yang tertanam
dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam
pengambilan suatu keputusan?
Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita memiliki pengaruh signifikan terhadap prinsip-prinsip yang kita gunakan dalam pengambilan keputusan. Nilai-nilai yang tertanam dalam diri guru penggerak di antaranya berpihak pada murid, mandiri, kolaboratif, reflektif, dan inovatif. Nilai tersebut harus menjadi landasan serta budaya/kebiasaan saat mengambil keputusan, karena dapat mempengaruhi proses berpikir dan prinsip pengambilan keputusan yang akan diambil dengan menyesuaikan situasi yang terjadi serta dampaknya ke depan. Nilai kebajikan lainnya seperti keadilan dan tanggung jawab juga berperan dalam menentukan hasil keputusan. Karena sebuah keputusan yang diambil harus dapat berkeadilan, bertanggung jawab, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan YME. Melalui sikap tanggung jawab dan adil dalam diri, sebuah keputusan yang diambil akan mencerminkan bagaimana prinsip diri kita dalam mengambil keputusan, sehingga akan mendorong terwujudnya wellbeing dalam ekosistem Pendidikan.
Materi pengambilan keputusan sangat berkaitan erat
dengan kegiatan coaching dalam proses pembelajaran kita. Berikut beberapa cara
bagaimana coaching dapat membantu dalam pengujian dan evaluasi keputusan yang
telah kita ambil:
Apa dasar pertimbangan dalam mengambil keputusan tersebut?
Apakah semua faktor telah dipertimbangkan?
Bagaimana hasil atau dampak dari keputusan tersebut?
1. Identifikasi keraguan: Coach dapat membantu mengidentifikasi keraguan atau pertanyaan yang masih ada dalam diri kita terkait keputusan yang telah diambil. Hal ini penting untuk mengatasi ketidakpastian dan meningkatkan keyakinan diri.
2. Analisis efektivitas: Melalui diskusi dan pertanyaan terarah, coach dapat membantu kita menganalisis efektivitas keputusan yang telah diambil. Ini mencakup evaluasi hasil, kesesuaian dengan tujuan, dan identifikasi area perbaikan.
3. Pengembangan alternatif: Jika keputusan yang diambil kurang efektif, coach dapat membantu dalam mengembangkan alternatif atau penyesuaian yang diperlukan.
4. Penguatan pembelajaran: Coach dapat membantu kita mengidentifikasi pelajaran berharga dari proses pengambilan keputusan, baik dari keberhasilan maupun kegagalan.
5. Peningkatan keterampilan: Melalui feedback dan latihan, coach dapat membantu meningkatkan keterampilan pengambilan keputusan kita untuk masa depan.
6. Dukungan emosional: Coach juga dapat memberikan dukungan emosional yang diperlukan, terutama jika kita menghadapi keraguan atau konsekuensi sulit dari keputusan yang diambil.
7. Pengembangan mindset: Coach dapat membantu mengembangkan mindset yang tepat dalam menghadapi konsekuensi dari keputusan, baik positif maupun negatif.
Dengan bantuan coaching, kita dapat mengevaluasi
efektivitas keputusan yang telah diambil secara lebih objektif dan mendalam.
Proses ini membantu kita tidak hanya dalam menilai keputusan spesifik, tetapi
juga dalam meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan secara keseluruhan.
Kegiatan coaching (bimbingan)
yang diberikan pendamping/fasilitator dapat menjadi bekal dalam melakukan
proses pengujian keputusan secara bertahap menggunakan 9 langkah
pengambilan keputusan dan 3 pengujian keputusan (Uji Intuisi berhubungan dengan
berpikir berbasis peraturan (Rule-Based Thinking) yang tidak bertanya
tentang konsekuensi tapi bertanya tentang prinsip-prinsip yang mendalam. Uji
publikasi, sebaliknya, berhubungan dengan berpikir berbasis hasil akhir (Ends-Based
Thinking) yang mementingkan hasil akhir). Coaching dilaksanakan
dengan memenuhi kompetensi inti, yaitu kehadiran penuh (presence),
mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot.
Selain itu, Dengan
langkah coaching TIRTA, kita dapat mengidentifikasi masalah
apa yang sebenarnya terjadi dan membuat pemecahan masalah secara sistematis.
Konsep coaching TIRTA sangat ideal apabila dikombinasikan
dengan sembilan langkah konsep pengambilan dan pengujian keputusan sebagai
evaluasi terhadap keputusan yang kita ambil. TIRTA adalah satu
model coaching yang diperkenalkan dalam Program Pendidikan
Guru Penggerak saat ini. TIRTA dikembangkan dari Model GROW. GROW adalah
akronim dari Goal, Reality, Options dan Will.
TIRTA akronim dari :
T : Tujuan
I : Identifikasi
R : Rencana aksi
TA: Tanggung jawab
Saat melakukan
pengujian keputusan-pun, sebaiknya menerapkan kompetensi inti coaching tersebut.
Sehingga kita dapat menggali ini permasalahan, dan mampu mengambil keputusan
yang efektif.
4. 4. Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola
dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan
suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?
Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya memiliki pengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan, khususnya dalam menghadapi dilema etika. Beberapa poin penting terkait hal ini:
Kesadaran diri: Guru yang memahami emosi dan reaksi dirinya sendiri dapat lebih objektif dalam menganalisis situasi etis yang kompleks.Dengan kemampuan sosial emosional yang baik, guru
dapat mengambil keputusan etis yang lebih bijak, adil, dan bermanfaat bagi
semua pihak terkait. Hal ini penting mengingat peran guru sebagai panutan dan
pembuat keputusan yang sering memengaruhi kehidupan siswa dan komunitas
sekolah.
5. 5. Bagaimana pembahasan studi kasus yang
fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut
seorang pendidik?
Dalam pembahasan studi kasus yang berfokus pada masalah moral atau etika, proses berpikir seorang pendidik hendaknya harus bermula dari nilai-nilai kebajikan universal yang dianutnya seperti disiplin, kebenaran, kejujuran, keadilan, toleransi, tanggung jawab, empati, kemanusiaan, dan keadilan. Sebab nilai-nilai kebajikan itu akan mempengaruhi pendidik dalam mempertimbangkan serta menentukan keputusan. Dilema etika harus dianalisis menggunakan 4 paradigma prinsip, 9 langkah, dan 3 pengujian pengambilan keputusan yang diiringi dengan nilai-nilai kebajikan itu.
6. 6. Bagaimana pengambilan keputusan yang
tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif,
aman dan nyaman.
Pengambilan keputusan yang tepat memang sangat penting
dalam menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman. Berikut
beberapa aspek kunci dalam proses pengambilan keputusan yang baik:
2. Mengumpulkan data dan fakta yang relevan.
3. Mencari berbagai pilihan solusi.
4. Mempertimbangkan dampak jangka pendek dan panjang.
5. Berkonsultasi dengan orang-orang yang terpengaruh.
6. Menghindari bias dan emosi berlebihan.
7. Memastikan keputusan sejalan dengan nilai-nilai moral.
8. Siap menyesuaikan keputusan jika ada informasi baru.
9. Menjelaskan keputusan dengan jelas kepada semua pihak.
10.Menilai efektivitas keputusan dan belajar dari hasilnya.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, pengambil
keputusan dapat lebih efektif dalam menciptakan lingkungan yang positif dan
kondusif. Lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan
nyaman merupakan lingkungan yang membangun persepsi bahwa setiap orang memiliki
potensi yang beragam dan orang lain adalah mitra, bukan saingan. Tugas pendidik
adalah mendorong sinergi dan kolaborasi positif yang erat antar murid, guru,
maupun orang tua. Dengan menjalankan prinsip among Ki Hajar Dewantara, pola
pikir Inquiry Apresiatif, kemampuan sosial-emosional, nilai-nilai kebajikan
serta keterampilan coaching diharapkan mampu berdampak pada
pengambilan keputusan yang mengarah pada terciptanya lingkungan yang positif,
kondusif, aman, dan nyaman.
7. 7. Apakah tantangan-tantangan di
lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap
kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma
di lingkungan Anda?
Ya, ada
tantangan-tantangan dalam mengambil keputusan dari kasus dilema etika dan
kaitannya dengan perubahan paradigma di ekosistem sekolah saya.
Tantangan-tantangan dalam menjalankan pengambilan keputusan di antaranya adalah
adanya pemikiran dari tiap individu atau kelompok yang berseberangan. Dalam
sebuah institusi Pendidikan tentu terdapat kelompok yang pro atau kontra dengan
sebuah sistem yang sedang dijalankan oleh pemangku kebijakan sekolah.
Kemunculan tantangan itu dapat dipicu dari kurangnya komunikasi dan keterbukaan
antar sesama. Seharusnya semua aktor yang ada di sekolah saling berkolaborasi
untuk mewujudkan tujuan bersama. Dalam benturan antar kelompok di sekolah
sangat berkaitan dengan prinsip paradigma pengambilan keputusan, yaitu:
👬 Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
👬 Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
👬 Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
8. Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?
1. Pengaruh pengambilan keputusan terhadap
pengajaran yang memerdekakan murid:
Pengambilan keputusan yang tepat oleh pendidik dapat
sangat memengaruhi tingkat kebebasan dan kemandirian yang diberikan kepada
murid. Beberapa pengaruhnya antara lain:
2. Memutuskan pembelajaran yang tepat
untuk potensi murid yang beragam:
Untuk mengakomodasi keberagaman potensi murid Salah satu strategi agar keputusan yang diambil berpihak pada
murid adalah menerapkan metode pembelajaran berdiferensiasi dengan pendekatan
sosial-emosional., pembelajaran berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar
murid sesuai dengan kesiapan belajar, minat dan profil belajar
murid. Diferensiasi konten, proses, dan produk. Ketika kita sudah
menerapkan pembelajaran berdifirensiasi, maka akan tercipta iklim merdeka
belajar sesuai potensi dan minat bakat masing-masing.
9. Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran
dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan
murid-muridnya?
Tentu saja, keputusan seorang pemimpin pembelajaran dapat mewarnai kehidupan atau masa depan murid-muridnya. Maka dari itu, sudah seharusnya sebagai sosok pemimpin pembelajaran, seorang guru harus hati-hati dalam mengambil keputusan yang adil dan bijaksana dengan menerapkan langkah-langkah pengujian keputusan, memperhatikan nilai-nilai kebajikan universal, dan keputusan haruslah berpihak pada murid.
10. 10. Apakah kesimpulan akhir yang dapat
Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan
modul-modul sebelumnya?
Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembelajaran modul ini dan
keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya ialah bahwa dalam upaya
pengambilan keputusan, seorang pemimpin pembelajaran hendaknya berpegang teguh
pada 3 unsur pengambilan keputusan, yaitu: nilai-nilai kebajikan universal, bertanggung
jawab terhadap segala konsekuensi, dan yang terutama haruslah berpihak pada
murid.
Setelah
memahami bagaimana filosofi pendidikan menurut KHD, ternyata pemahaman filosofi
KHD ini sejalan pula bagaimana guru mengemban nilai-nilai dan peran yang dimilikinya.
Di mana pendidik itu memiliki nilai berpusat pada murid, mandiri,
reflektif, kolaboratif dan inovatif yang semua itu akan bersinggungan dengan
bagaimana perannya sebagai pendidik, yaitu: menjadi pemimpin pembelajaran,
penggerak kolaboratif guru, menjadi coach bagi guru lain, penggerak komunitas
praktisi dan mewujudkan kepemimpinan pada murid.
Guru sejatinya
memiliki tanggung jawab yang berat, dan tentu saja amat penting bagi penumbuh
generasi terbaik dari murid-muridnya. Menerapkan nilai-nilai yang dimiliki dan
terus memaksimalkan perannya dalam pendidikan, tentu saja dampaknya akan
tercipta ekosistem sekolah yang positif. Ekosistem sekolah yang tidak akan bisa
dilakukan secara sendiri-sendiri. Namun butuh kolaborasi, kerjasama saling
mendukung, agar budaya positif benar-benar menjadi aktivitas yang selaras
dengan kehidupan sehari-hari. Menempatkan guru sebagai manajer yang mampu
menerapkan segitiga restitusi demi terwujudnya generasi yang mampu
menyelesaikan masalahnya sendiri dan bertanggung jawab.
Bagaimana guru
harus memiliki visi masa depan pada murid dan sekolahnya, karena dari sana guru
melakukan langkah-langkah konstruktif dengan semangat kolaboratif menjadikan
sekolah sebagai tempat mendidik dan merawat nilai-nilai sesuai dengan Profil
Pelajar Pancasila. Perwujudan visi guru penggerak ini tidak akan berhasil tanpa
dukungan dan bantuan semua pihak dengan semangat inkuiri partisipatif di mana
semua orang saling bahu-membahu mewujudkan visi sekolah yang berkelanjutan dan
sesuai dengan kebutuhan dan potensi murid dan tentu saja sesuai dengan alam dan
zamannya saat ini, di mana dunia butuh anak-anak yang cerdas secara pikiran,
gagasan, kreatif dalam semua kondisi yang ada, dan mencintai manusia lainnya
serta alam semesta dengan kemampuan memahami literasi secara
berkelanjutan.
Penumbuhan dan
penerapan budaya positif di sekolah pun merupakan hal yang begitu penting bagi
generasi-generasi masa depan. Anak-anak murid kita yang butuh adanya sentuhan
pemahaman akan nilai-nilai kebajikan universal yang juga termaktub di dalam
profil pelajar Pancasila. Yang mana untuk menciptakan generasi yang positif
tentu tidak bisa seketika dan berjalan secara independen, akan tetapi dependen
atau mengikutsertakan semua warga sekolah, komite sekolah, dan tentu saja wali
murid yang paling banyak bersentuhan dengan murid-murid.
Begitu pula
seorang guru yang memiliki nilai-nilai dan perannya dalam pendidikan,
semestinya menciptakan pembelajaran yang mampu menerima segala macam perbedaan
peserta didik, baik kesiapan belajar, minat belajar dan profil belajar yang
beragam. Murid-murid mendapatkan kesempatan belajar yang sama sesuai dengan
ketiga aspek di atas, dalam sebuah pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran
berdiferensiasi akan menjadi wadah terwujudnya generasi yang bertumbuh sesuai
dengan potensi yang dimiliki, hingga pada akhirnya terciptalah insan-insan yang
well being, sejah tera lahir dan jiwanya. Manusia yang akan mampu menerapkan
keterampilan sosial dan emosional dalam kehiduannya. Mereka mampu mengenali
diri sendiri, memanajemen diri sendiri, mengenal orang lain, memiliki empati
pada sesama, dan mampu mengambil keputusan secara bertanggung jawab.
Murid-murid
mampu menyelesaikan masalahnya sendiri dengan penuh tanggung jawab, dengan
dukungan coaching dari guru dan menerapkan segitiga restitusi hingga anak-anak
mampu mengelola masalahnya sendiri secara bijak.
Menjadikan
kepemimpinan di sekolah sebagai institusi moral dapat tercapai dengan kemampuan
pengambilan keputusan dengan tepat dan mampu memilih mana masalah yang
bersentuhan dengan dilema etika atau bujukan moral.
11. 11. Sejauh mana pemahaman Anda tentang
konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan
bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan
keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal
yang menurut Anda di luar dugaan?
Perbedaan mendasar antara dilema etika dan bujukan moral tampak dari dua paradigma yang bertentangan dalam kasusnya. Dilema etika mempertentangkan dua nilai kebajikan yang sama-sama benar. Sedangkan, jika salah satu benar dan yang lain salah maka disebut dengan bujukan moral
Hal di luar dugaan saya adalah adanya dua sudut pandang kasus yang dihadapi seorang pendidik ketika ingin membuat suatu keputusan, yaitu dilema etika dan bujukan moral. Sebelum mempelajari modul ini, saya tidak tahu bahwa ada dua kacamata yang berbeda ketika kita memandang suatu kasus, pasti cenderung melihat sisi mana yang lebih minim konflik, tetapi ternyata dengan belajar dua jenis kasus ini saya lebih paham tentang keputusan apa yang tepat harus diambil nanti.
12. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda
menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema?
Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?
Ya, pernah. Namun
sebelumnya saya tidak mengetahui adanya tahapan dalam pengujian dan pengambilan
keputusan, saya cenderung hanya berpikir 2 kali dan dampak apa yang terjadi
bila keputusan yang saya ambil disepakati. Setelah mempelajari modul ini,
ternyata sebelum mengambil keputusan perlu adanya penentuan paradigma, prinsip
dan menjalankan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan terlebih dahulu
dengan berdasar pada nilai-nilai kebajikan, berpihak pada murid, dan
bertanggung jawab.
13. Bagaimana
dampak mempelajari konsep ini buat Anda, perubahan apa yang terjadi
pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti
pembelajaran modul ini?
Materi dalam modul ini
sangat berdampak besar bagi saya. Setelah mempelajari modul ini, saya sebagai
seorang guru tidak serta merta mempunyai wewenang penuh atas otoritas atau
pandangan bahwa kita bisa mengontrol siswa seutuhnya. Melainkan keputusan yang
diambil harus berlandaskan pada nilai-nilai kebajikan, tanggung jawab, dan
berpihak pada murid.
Saya sebagai guru dan
pemimpin pembelajaran merasa lebih mampu dalam mengambil keputusan yang bijak
sesuai dengan masalah dilema etika maupun bujukan moral. Sehingga keputusan
yang diambil bisa dipertanggungjawabkan dan tidak salah langkah, serta tidak
merugikan orang lain. Selain itu, saya harus memiliki kecakapan dalam mengambil
suatu keputusan sesuai dengan nilai-nilai kebajikan dan mampu melakukan
tahapan-tahapan pengambilan keputusan yang tepat serta melibatkan orang-orang
atau pihak-pihak yang berwewenang dalam pengambilan keputusan.
14. Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda
sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?
Bagi peran saya baik
sebagai individu maupun seorang pemimpin, materi dalam modul ini sangat
penting. Karena dengan memahami paradigma, prinsip, dan langkah-langkah dalam
pengambilan serta pengujian keputusan, saya menjadi lebih bersikap bijak jika
ditemukan dengan masalah dilema etika maupun bujukan moral, sehingga keputusan
yang diambil tidak salah langkah atau merugikan pihak tertentu yang justru akan
menimbulkan masalah baru, dan dapat dipertanggungjawabkan.
sangat menginspiratif sekali👍mantap buk eka
BalasHapusTerimakasih
Hapus